Kata
Pengantar
Pertama-tama kita panjatkan puji dan
syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmatNyalah penulisan
makalah ini dapat terselesaikan dengan lancar. Penulis mengucapkan terima kasih
bagi seluruh pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa kita
hanyalah manusia biasa yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh
karena itu, tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna.
Begitu pula dengan makalah ini, sangat diperlukan adanya kritik dan saran yang
sifatnya membangun demi perbaikan makalah ini.
Penulis berharap dengan adanya
makalah ini, kiranya dapar bermanfaat bagi orang-orang yang membacanya.
Makassar, Februari 2012
Penulis
DAFTAR ISI
1. Kata
Pengantar………………………………………………………………………………………………….1
2. Daftar
Isi…………………………………..……………………………………………………………………….2
3. BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang…………………………………………………………………………………………….3
B.
Tujuan…………………………………………………………………………………………..…………….3
4. BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Komunikasi
Terapeutik.................................................................4
B.
Tujuan Komunikasi
Terapeutik........................................................................4
C.
Prinsip Dasar Komunikasi
Terapeutik..............................................................5
D.
Teknik Komunikasi
Terapeutik........................................................................5
E.
Tahapan Komunikasi
Terapeutik.....................................................................9
F.
Hambatan dalam Komunikasi
Terapeutik......................................................11
5. BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan…………………………………………………………………………………………….…14
B.
Saran……………………………………………………………………………………………………...…14
6. Dafta
Pustaka…………………………………………………………………………………………….……15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keterampilan berkomunikasi merupakan critical skill yang harus
dimiliki oleh seorang perawat dan merupakan bagian integral dari asuhan
keperawatan. Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik,
yang merupakan komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat
melakukan intervensi keperawatan sehingga memberikan khasiat terapi bagi proses
penyembuhan pasien.
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak
saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar
dan komunikasi in adalah adanya saling membutuhan antara perawat dan pasien,
sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan
pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan. Komunikasi terapeutik
bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja,
dan merupakan tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu
asyik bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar
belakang dan masalahnya.
B.
Tujuan
1. Mengetahui
Tujuan dari Komunikasi Terapeutik
2. Memahami
Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik
3. Memahami
Teknik dalam Berkomunikasi Terapeutik
4. Memahami
Tahapan dalam Komunikasi Terapeutik
5. Mengetahui
Faktor-faktor yang Menjadi Hambatan dalam Komunikasi Terapeutik
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pada profesi
keperawatan kominikasi menjadi sangat penting karena komunikasi merupakan alat
dalam melaksanakan proses keperawatan. Dalam asuhan keparawatan, komunikasi
ditujukan untuk mengubah perilaku klien dalam mencapai tingkat kesehatan yang
optimal (Stuart, G.W., 1998). Karena bertujuan untuk terapi maka komunikasi
dalam keperawatan disebut komunikasi terapeutik.
Banyak yang mengira
atau berpendapat bahwa komunikasi terapeutik identik dengan senyum dan bicara
lemah lembut. Pendapat ini tidak salah tapi mungkin terlalu menyederhanakan
arti dari komunikasi terapeutik itu sendiri, karena inti dari komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan untuk tujuan terapi.
Northouse (1998, hal
12) menyatakan bahwa “komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan
perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan
psikologi, dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain.”. sedangkan
Stuart G.W (1998) menyatakan bahwa “komunikasi terapeutik merupakan hubungan
interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien
memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman
emosional klien”.
B. Tujuan Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik
bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien ke arah yang lebih positif atau
adaptif dan diarahkan pada petumbuhan klien yang meliputi : Pertama, realisasi
diri, penerimaan diri, dan peningkatan pernghormatan diri. Melalui komunikasi terapeutik
diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Kedua, kemampuan membina
hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung dengan
orang lain. Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan
diterima orang lain. Kertiga, peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan
kebutuhan serta mencpai tujuan yang realistis. Keempat, rasa identitas personal
yang jelas dan penngkatan integritas diri. Identitas personal disini termasuk
status, peran dan jenis kelamin.
C. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik
Ada beberapa prinsip
dasar yang harus dipahami dalam membangun dan mempertahankan hubungan yang
terapeutik.
Pertama, hubungan
perawat dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan.
Hubungan ini didasarkan pada prinsip “humanity of nurse and clients”. Kualitas
hubungan perawat-klien ditentukan oleh bagaimana perawat mendefenisikan dirinya
sebagai manusia (human). Hubungan perawat dengan klien tidak hanya sekedar
hubungan seorang penolong dengan kliennya tapi lebih dari itu, yaitu hubungan
antar manusia yang permartabat (Duldt-Battey,2004).
Kedua, Perawat harus
menghargai keunikan klien. Tiap individu mempunyai karakter yang berbeda-beda.
Karena itu perawat perlu memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat
perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan setiap individu.
Ketiga, semua
komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun
penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan
harga diri klien.
Keempat, komunikasi
yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus dicapai
terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif
pemecahan masalah (Stuart, G.W., 1998). Hubungan saling percaya antara perawat
dan klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik.
D. Teknik Komunikasi Terapeutik
1.
Mendengar
aktif; Mendengar mempunyai
arti: konsentrasi aktif .dan persepsi terhadap pesan orang lain yang
menggunakan semua indra, Liendberg et al, cit Nurjanah (2001)
2. Mendengar pasif; Mendengar
pasif adalah kegiatan mendengar dengan kegiatan non verbal untuk klien.
Misalnya dengan kontak mata, menganggukkan kepala dan juga keikutsertaan secara
verbal
3. Penerimaan: Yang dimaksud menerima
adalah mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang menunjukkan
ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti persetujuan.
Menunjukkan penerimaan berarti kesediaan mendengar tanpa menunjukkan keraguan
atau ketidaksetujuan.
4. Klarifikasi; Klarifikasi sama
dengan validasi yaitu menanyakan kepada klien apa yang tidak dimengerti perawat
terhadap situasi yang ada. Klarifikasi dilakukan apabula pesan yang disampaikan
oleh klien belum jelas bagi perawat dan perawat mencoba memahami situasi yang
digambarkan oleh klien.
5. Fokusing; Fokusing adalah
kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk membatasi area diskusi sehingga
percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti, Stuart & Sundeen, cit
Nurjanah (2001).
6. Observasi; Observasi merupakan
kegiatan mengamati klien/orang lain. Observasi dilakukan apabila terdapat
konflik antara verbal dan non verbal klien dan saat tingkah laku verbal dan non
verbal nyata dan tidak biasa ada pada klien, Stuart & Sundeen, cit Nurjanah
(2001). Observasi dilakukan sedemikian rupa sehingga klien tidak menjadi malu
atau marah.
7. Menawarkan informasi; Menyediakan
tambahan informasi dengan tujuan untuk mendapatkan respon lebih lanjut.
Beberapa keuntungan dari menawarkan informasi adalah akan memfasilitasi
komunikasi, mendorong pendidikan kesehatan, dan memfasilitasi klien untuk
mengambil keputusan, Stuart & Sundeen, cit, Nurjanah, (2001). Penahanan
informasi pada saat klien membutuhkan akan mengakibatkan klien tidak percaya.
Hal yang tidak boleh dilakukan adalah menasehati klien pada saat memberikan
informasi.
8. Diam (memelihara ketenangan); Diam dilakukan
dengan tujuan mengorganisir pemikiran, memproses informasi, menunjukkan bahwa
perawat bersedia untuk menunggu respon. Kediaman ini akan bermanfaat pada saat
klien mengalami kesulitan untuk membagi persepsinya dengan perawat. Diam tidak
dapat dilakukan dalam waktu yang lama karena akan mengakibatkan klien menjadi
khawatir. Diam dapat juga diartikan sebagai mengerti, atau marah. Diam disini
juga menunjukkan kesediaan seseorang untuk menanti orang lain agar punya
kesempatan berpikir, meskipun begitu diam yang tidak tepat menyebabkan orang
lain merasa cemas.
9. Assertive: Assertive adalah
kemampuan dengan secara meyakinkan dan nyaman mengekspresikan pikiran dan
perasaan diri dengan tetap menghargai hak orang lain, Nurjanah, 2001.
10. Menyimpulkan; Membawa
poin-poin penting dari diskusi untuk meningkatkan pemahaman. Memberi kesempatan
untuk mengklarifikasi komunikasi agar sama denga ide dalam pikiran, Varcarolis,
cit, Nurjanah, 2001.
11. Giving recognition (memberiakn pengakkuan/penghargaan); Memberi penghargan merupakan tehnik untuk memberikan pengakkuan dan
menandakan kesadaran, Schultz & Videbeck, cit, Nurjanah, 2001.
12. Offering Sel (menawarakan diri); Menawarkan diri adalah menyediakan diri anda tanpa respon bersyarat atau
respon yang diharapkan, Schultz & Videbeck.cit. Nurjanah, 2001
13. Offering general leads (memberikan petunjuk umum); Mendukung klien untuk meneruskan, Schultz & Videbeck cit, Nurjanah,
2001
14. Giving broad opening (memberikan pertanyaan terbuka): Mendorong klien untuk menyeleksi topik yang akan dibicarakan. Kegiatan ini
bernilai terapeuitik apabila klien menunjukkan penerimaan dan nilai dari
inisiatif klien dan menjadi non terapeuitk
apabila perawatan mendominasi interaksi dan menolak res[pon klien,
Stuart % Sundeen, cit, Nurjanah, 2001.
15. Placing the time in time/sequence (penempatan urutan/waktu); Melakukan klarifikasi antara waktu dan kejadian atau antara satu kejadian
dengan kejadian lain. Teknik bernilai terapeutik apabila perawat
dapat mengeksplorasi klien dan memahami masalah yang penting. Tehnik ini
menjadi tidak terapeutik bila perawat memberikannasehat, meyakinkan atau tidak
mengakui klien.
16. Encourage deskripition of perception (mendukung deskripsi dari persepsi);
Meminta kepada klien mengungkapkan secara verbal apa
yang dirasakan atau diterima, Schulz & Videbeck, cit, Nurjanah, 2001
17. Encourage Comparison (mendukung perbandingan); Menanyakan kepada klien mengenai persamaan atau perbedaan
18. Restating (mengulang) Restating; adalah pengulangan pikiran utama yang diekspresiakn klien, Stuart &
Sundeen, Cit Nurjanah, 2001.
19. Reflekting (Refleksi): Digunakan pada
saat klien menanyakan pada perawat tentang peneliaian atau kesetujuannya.
Tehnik ini akan membantu perawat untuk tetap memelihara pendekatan yang tidak
menilai, Boyd & Nihart, cit, Nurjanah
20. Eksploring (Eksporasi); Mempelajari
suatu topik lebih mendalam
21. Presenting reality (menghadikan realitas/kenyataan); Menyediakan informasi dengan perilaku yang tidak menilai
22. Voucing doubt (menunjukkan keraguan); Menyelipkan persepsi perawat mengenai realitas. Tehnik ini digunakan dengan
sangat berhati-hati dan hanya pada saat perawat merasa yakin tentang suatu yang
detil. Ini digunakan pada saat perawat ingin memberi petunjuk pada klien
mengenai penjelasan lain.
23. Seeking consensual validation; Pencarian
pengertian mengenai komunikasi baik oleh perawat maupun klien. Membantu klien
lebih jelas terhadap apa yang mereka pikirkan.
24. Verbalizing the implied: Memverbalisasikan
kata-kata yang klien tunjukkan atau anjuran.
25. Encouraging evaluation (mendukung evaluasi): Perawat membantu klien mempertimbangkan orang dan kejadian kedalam nilai
dirinya
26. Attempting to translate into feeling (usaha menerjemahkan perasaan); Membantu klien untuk mengidentifikasi perasaan berhubungan dengan kejadian
atau pernyataan .
27. Suggesting collaborating (menganjurkan kolaborasi): Penekanan kegiatan kerja dengan klien tidak menekan melakukan sesuatu untuk
klien. Mendukung pandangan bahwa terdapat kemungkinan perubahan melalui
kolaborasi.
28. Encouragingformulation of plan of action (mendukng terbentuknya rencana
tindakan): Memberikan kesempatan
pada klien untuk mengantisipasi alternative dari tindakan untuk masa yang akan
datang.
29. Estabilising guidelines (menyediakan petunjuk); Statemen yang menunjukkan peran, tujuan dan batasan untuk interaksi. Hal
ini akan menolong klien untuk mengetahui apa yang dia harapkan dari dirinya.
30. Open- ended comments (komentar terbuka-tertutup): Komentar secara umum untuk menentukan arah dari interaksi yang seharusnya
dilakukan. Hal ini akan mengijinkan klien untuk memutuskan apa topik/materi
yang paling relevan dan mendukung klien untuk meneruskan interaksi.
31. Reducing distant (penurunan jarak); Menurunkan jarak fisik antara perawat dank lien. Hal ini menunjukkan komunikasi
non verbal dimana perawat ingin terlibat dengan klien.
32. Humor; Dugan (1989)
menyebutkan humor sebagai hal yang penting dalam komunikasi verbal dikarenakan:
tertawa mengurangi keteganan dan rasa sakit akibat stress, serat meningkatkan
keberhasilan asuhan
keperawatan.
E. Tahapan Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik
tidak sama dengan komunikasi sosial. Komunikasi sosial tidak mempunyai tujuan
tertentu dan biasanya pelaksanaan komunikasi ini terjadi begitu saja. Sedangkan
komunikasi terapeutik mempunyai tujuan dan berfungsi sebagi terapi bagi klien.
Karena itu, pelaksanaan komunikasi terapeutik harus direncanakan dan
terstruktur dengan baik. Struktur dalam proses komunikasi terapeutik terdiri
dari 4 tahap yaitu persiapan atau prainteraksi, tahap perkenalan atau
orientasi, tahap kerja dan terakhir tahap terminasi (Stuart, G.W 1998). Geldard
D.(1998) membagi tahap kerja menjadi 4 tahap yaitu: mengklarifikasi dan
mengindentifikasi masalah, menggali alternatif pemecahan masalah, memfasilitasi
perubahan prilaku serta memfasilitasi klien untuk bertindak.
1.
Tahap Persiapan
Tahap persiapan atau
prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum berinteraksi dengan klien. Pada
tahap persiapan ini perawat menggali perasaan dan mengidentifikasi kelebihan
dan kekurangannya. Pada tahap ini perawat juga mencari informasi tentang klien.
Kemudian perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien.
Kecemasan yang dialami
seseorang dapat sangat memengaruhi interaksinya dengan orang lain (Ellis,
Gates, dan Kenworthy,2000). Hal ini disebabkan oleh adanya kesalahan dalam
menginterpretasikan apa yang di ucapkan oleh lawan bicara. Pada saat perawat
merasa cemas, dia tidak akan mampu mendengarkan apa yang dikatakan klien dengan
baik (Brammer,1993) sehingga perawat tidak akan mampu menggunakan active
listening (mendengarkan secara aktif). Disamping itu kecemasan perawat dapat
meningkatkan kecemasan klien. Karena itu,
sebelum berinteraksi dengan klien, perawat perlu menggali perasaannya.
Tahap persiapan atau prainteraksi adalah masa persiapan sebelum berhungan dan
berkomunikasi dengan klien. Tahap ini harus dilakukan oleh seorang perawat
untuk memahami dirinya, mengatasi kecamasannya, dan meyakinkan dirinya bahwa
dia betul-betul siap untuk berinteraksi dengan klien. Tugas perawat dalam tahap
ini antara lain : Pertama, mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecamasan.
Sebelum berinteraksi dengan klien, perawat perlu menggaji perasaannya sendiri
(Stuart, G.W,. 1998). Kedua, menganalisi kekuatan dan kelemahan diri. Kegiatan
ini sangat penting dilakukajn agar perawat mampu mengatasi kelemahannya den
menggunakan kekuatannya secara maksimal pada saat berinteraksi dengan klien.
Ketiga, mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga tidak kalah penting
dari dua kegiatan diatas karena dengan mengetahui informasi tentang klien,
perawat bisa memahami tentang klien. Keempat, yaitu merencanakan pertemuan
pertama dengan klien. Perawat perlu merencanakan pertemuan pertama dengan
klien. Hal yang direncanakan mencakup kapan, dimana dan strategi apa yang akan
dilakukan untuk pertemuan pertama tersebut.
2.
Tahap Perkenalan
Perkenalan merupakan
kegiatan yang dilakukan perawat saat pertama kali bertemu atau kontak dengan
klien. Pada saat berkenalan, perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih
dahulu kepeda klien (Brammer, 1993). Degan memperkenalkan dirinya berarti
perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini diharapkan akan mendorong klien
untuk membuka dirinya.
Tugas perawat pada
tahap ini antara lain: Pertama, membina rasa saling percaya, menunjukkan
penerimaan, dan berkomunikasi terbuka. Kedua, pada tahap ini adalah merumuskan
kontrak bersama klien. Kontrak ini sangat penting untuk menjamin kelangsungan
sebuah interaksi ( Brammer, 1993). Ketiga, menggali pikiran dan perasaan serta
mengindentifikasi masalah klien, pada tahap ini perawat mendorong klien untuk
mengekspresikan perasaannya. Keempat, merumuskan tujuan dengan klien. Perawat
perlu merumuskan tujuan interaksi bersam klien karena tanpa keterlibatan klien
mungkin tujuan sulit dicapai.
3.
Tahap Kerja
Merupakan inti dari
keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart, G.W,.1998). pada tahap ini
perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk mengaatsi masalah yang dihadapi
klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam mendorong klien
mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Perawat juaga dituntut mempunyai
kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam
respons verbal dan nonverbal klien. Pengetahuan dan pengalaman dalam
melaksanakan konseling atau komu nikasi terapeutik sangat menentukan
keberhasilan perawat pada tahap ini.
4.
Tahap Terminasi
Merupakan akhir dari
pertemuan perawat-klien. Tahap terminasi dibagi menjadi 2 yaitu terminasi
sementara dan terminasi akhir. Pertemuan perawat-klien terdiri dari bneberapa
kali pertemuan. Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan
perawat-klien, setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu kembali dengan
klien pada waktu yang terlah ditentukan. Sedangkan terminasi akhir terjadi jika
perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan.
Tugas perawat pada
tahap ini antara lain: Pertama, mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi
yang telah dilaksanakan. Kedua, melakukan evaluasi subjektif. Evaluai subjektif
dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat.
Perawat perlu mengetahui bagaiman perasaan klien setelah berinteraksi dengan
perawat. Ketiga, menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah
dilakukan. Tindak lanjut ini juga disebut sebagi pekerjaan rumah untuk klien.
Keempat, membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat
agar terdapat kesepakatan antara perawat dengan klien untuk pertemuan
berikutnya. Kontrak yang dibuat termasuk tempat, waktu dan tujuan interaksi.
F. Hambatan Dalam Komunikasi Terapeutik
Sekalipun perawat
sudah memahami tentang cara berkomunikasi yang efektif denga klien, pada
kenyataannya perawat tidak mampu melakukannya dengan baik. Hal ini mungkin
disebabkan adanya hambatan, baik yang datangnya dari klien maupun dari diri
perawat sendiri. Ada 5 jenis hambatan yang spesifik yaitu: resistens,
transferens, kontertransferens, pelanggaran batas, pemberian hadiah.
1.
Resistens
Merupakan upaya klien untuk tetap toidak menyadari
atau mengakui penyebab kecemasan dalam dirinya dalam rangka m,elawan atau
menyangkal ungkapan perasaan. Resistens ini biasanya terjadi pada fase kerja
pada saat mulai dilakukannya pemecahan masalah. Resistens bisa disebabkan
karena perawat terlalu cepat menggali masalah klien yang pbersifat sangat
pribadi. Hal ini terjadi karena beberapa faktor, misalnya karena perawat
berfokus pada diri sendiri, karena belum
terb inanya hubungan saling percaya atau karena perawat terlalu banyak mmbuka
diri.
2.
Transferens
Merupakan respon tak sadar berupa perasaan atau
perilaku terhada perawat yang sebetulnya berawal dan berhubungan dengan
0rang-orang tertentu yang bermakna baginya pada waktu dia masih kecil. Sebagai
contoh, ketika seorang klien merasa
bahwa perawat yang merawatnya mirip sekali dengan pamannya yang waktu kecil
sering memarahi dan memukulnya, klien tersebut akan bersikap negatif terhadap
perawat. Klien tersebut ,mungkun akan bertingkah lau seperti menghindar atau
memutuskan hubungan, membantah, mengkritik, ngomel, menjadi mudah lupa dan dsb.
3.
Kontertransferens
Biasa timbul dalam bentuk respon emosional, hambatan
terapeutik ini berasal dari perawat yang dibangkitkan atau dipancing oleh sikap
klien.
4.
Pelanggaran batas
Perawat perlu membatasi hubungannya dengan klien.
Batas hubungan perawat-klien adalah bahwa hubungan yang dibina adalah hubungan
terapeutik, dalam hubungan ini perawat berperan sebagai penolong dan klien
berperan sebagai yang ditolong. Baik perawat maupun klien harus menyadari
batasan tersebut.
5.
Pemberian hadiah
Merupakan masalah yang kontroversial dalam
keperawatan. Disatu pihak ada yang menyatakan bahwa pemberian hadiah dapat
membantu dalam mencapai tujuan terapeutik, tapi dipihak lain ada yang
menyatakan bahwa pemberian hadiah bisa merusak hibungan terapeutik.
Hadiah dapat dalam berbagai bentuk misalnya yang nyata
seperti ssekotak permen, rangkaian bunga, rajutan atau lukisan. Sedangkan yang
tidak nyata bisa berupa ekspresi ucapan terima kasih dari klien kepada perawat
sebagai orang yang akan meninggalkan rumah sakit atau dari anggota keluarga
yang lega dan berterima kasih atas bantuan perawat dalam meringankan beban
emosional klien.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Komunikasi terapeutik merupakan
tanggung jawab moral seorang perawat serta salah satu upaya yang dilakukan oleh
perawat untuk mendukung proses keperawatan yang diberikan kepada klien.
Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien ke arah yang
lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada petumbuhan klien. Komunikasi
terapeutik tidak sama dengan komunikasi sosial. Komunikasi sosial tidak
mempunyai tujuan tertentu dan biasanya pelaksanaan komunikasi ini terjadi
begitu saja. Sedangkan komunikasi terapeutik mempunyai tujuan dan berfungsi
sebagi terapi bagi klien. Karena itu, pelaksanaan komunikasi terapeutik harus
direncanakan dan terstruktur dengan baik.
B.
Saran
·
Untuk dapat melakukan
pendekatan yang efektif terhadap klien perawat hendaknya mengetahui strategi
yang tepat dalam menggunakan komunikasai terapeutik.
·
Perawat harus
menciptakan sebuah perencanaan dan struktur yang baik dalam pelaksanaan
komunikasi terapeutik.
·
Dalam melakukan
komunikasa dengan klien perawat harus menghargai keunikan setiap klien.
Daftar Pustaka
Suryani (2005). Komunikasi Terapeutik: Teori dan praktik.
Jakarta, EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar